Linkarutama.com – Pagar pada pekarangan seluas sekira 5.000 meter di pinggir sungai Desa Bagelen, Gedongtataan, Pesawaran itu tertempel label “Dijual”.
Ada bangunan yang tak terpakai lagi di sisi pinggir kali. Lahan itu sesungguhnya sudah terbeli, tetapi Heriyanto, sang pemilik baru, belum sempat membuang tulisan yang dilengkapi dengan nomor telepon itu.
Di bagian tengah, ada hamparan tanaman odot, salah satu jenis rumput pakan ternak amat subur. Dan di balik tembok sebelahnya, puluhan kambing berbagai jenis berbaris di dalam kandang.
Saat ditemui, Selasa (9/2/21) kemarin. Heriyanto pemilik lokasi itu sedang memberi pakan kambing-kambingnya. Lelaki 34 tahun itu mengaku punya obsesi besar untuk membuat “pasar” wedus di desanya.
Modal lahan yang baru beberapa tahun dia beli itu, Heri, sapaan akrabnya, memulai menyatakan mimpinya untuk menciptakan imaji kepada masyarakat Lampung; “Jika butuh wedus, ke Bagelen Aja!”
Mendapat dana pinjaman dari PT Perkebunan Nusantara VII melalui Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL), Heri semakin serius.
Tambahan modal Rp20 juta dari PTPN VII yang dia terima akhir Desember 2020 lalu ia belikan kambing semua. Sebab, infrastruktur atau berbagai fasilitas untuk memelihara kambing itu sudah jauh-jauh hari dia siapkan.
“Alhamdulilah saya dapat dana kemitraan PTPN VII Rp20 juta. Saya belikan kambing semua. Sebab, kandang sudah saya siapkan, termasuk rumput untuk pakan sudah saya tanam,” kata dia.
Ternak wedus memang bukan satu-satunya usaha Heri. Ia juga menjalankan dua unit kilang beras atau penggilingan gabah menjadi beras, mengelola toko bahan bangunan, juga punya beberapa ekor sapi. Namun, dari beberapa jenis usaha itu, menurut dia ternak kambing yang memiliki prospek lebih baik dibanding yang lain.
Bapak tiga anak ini mengakui, pengajuan pinjaman dana kemitraan PTPN VII yang bunganya sangat kecil itu memakai proposal penggilingan padi. Dalam rencana bisnis yang disampaikan kepada PTPN VII melalui Kantor Unit Way Berulu, tetangga desanya, dana pinjaman akan digunakan untuk pembelian padi hasil panen tahun 2020.
Namun, kata dia, proses pencairan oleh PTPN VII ternyata melewati musim panen padi di daerahnya. Akhirnya, Heri menggunakan dana lain untuk membeli padi musim panen itu.
“Tapi nggak apa-apa, karena cairnya sudah selesai panen, akhirnya saya belikan kambing. Alhamdulillah semua bisa berjalan dengan baik,” kata lelaki enerjik itu.
Kembali ke obsesinya, Heriyanto memilih kambing karena hewan ternak ini punya pasar eksklusif. Lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Jurusan Pemasaran ini menyebut, daging kambing tidak lagi bernilai sebagai bahan protein atau makan saja, tetapi memiliki makna dalam ibadah umat Islam.
“Kambing itu sekarang kan bukan sekadar daging. Memang harga daging kambing sedikit lebih murah dibanding daging sapi, tetapi cukup stabil. Dan sekarang, kambing tidak lagi bernilai sebagai daging konsumsi. Sekarang setiap anak lahir (muslim), hampir pasti diakikahi. Kalau kambing akikah atau kurban, harganya pasti lebih tinggi,” kata dia.
Penerawangan Heri bukan sekadar asumsi. Anak pedagang beras yang lahir dan besar di Desa Transmigrasi itu mengaku sejak bujang sudah belajar dagang wedus. Sampai berkeluarga, mempunyai anak, hingga sekarang, kata dia, ternak dan jual beli kambing selalu menyertai kiprahnya mengunduh rezeki.
Bagelen Sentra Kambing
Impiannya untuk menjadikan Bagelen sebagai salah satu sentra kambing bukan cuma angan-angan. Saat ini, selain di lahan di dekat kandang, Heri sedang menanam rumput odot dan indogofera seluas satu hektare di lahan lain. Dalam beberapa bulan kedepan, ia akan menambah jumlah kambing seiring dengan tumbuhnya tanaman bahan baku pakan ternak itu siap panen.
“Memelihara kambing itu kuncinya ada di pakan. Kalau pakan sudah siap, maka kambing berapapun bisa kita pelihara. Nah, nantinya di lokasi ini (sambil menunjuk pekarangan luasnya) akan saya bikin kandang semua. Nanti kalau ada pembeli tinggal pilih mana yang mau dibeli,” kata dia.
Soal pakan, pengalaman sejak bujang dagang kambing sudah menguji pengetahuannya. Saat ini, kata dia, selain rumput odot, bahan pakan dari daun indogofera sedang tren sebagai pakan ternak berprotein sangat baik untuk kambing maupun sapi. Cara pemberian pakannya juga bisa diawetkan dengan cara fermentasi.
“Indogofera itu sejenis tanaman mirip johar atau pohon kelor, tetapi tidak langu (bau).
Pertumbuhannya cepat dan kambing senang makannya. Sekarang sedang tren dan harganya juga cukup mahal. Saya baru beli seribu polybag. Harga per polybag ukuran tinggi 50-70 cm lima ribuan,” kata dia.
Kini, berbagai usahanya tidak bisa dia kerjakan sendiri.
Sedikitnya 10 orang pemuda, dia pekerjakan. Dari dua kilang beras, toko bahan bangunan, ternak kambing, ternak sapi, hingga memelihara tanaman rumputnya yang luas. Ia berani keluar dari zona nyaman sebagai petani padi beralih ke tanam rumput odot dan indogofera untuk pakan kambing.
Di desa yang bertetangga dengan Kebun PTPN VII Unit Wayberulu itu, Heriyanto bertekat menjadikan desanya kandang produktif. Ia juga menyampaikan terima kasihnya kepada PTPN VII yang membantu mewujudkan obsesinya. Heri berkeyakinan, jika desanya tumbuh subur sentra-sentra ekonomi produktif, warganya akan sejahtera. Dan, kesejahteraan itu akan menciptakan keamanan yang sebenarnya.(rls/her)