IKN Dan KPBU

Oleh: Muhammad Fatkhurrozii

 

Linkarutama.com – Praktisi infrastruktur, dosen Teknik Kelautan ITERA. Proyek IKN yang akan dikerjakan dengan KPBU ditengarai akan angel. Proyek Ibukota Negara sudah diketok palu.

Ibukota RI akan pindah, dari Jakarta ke sekitar Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. Biayanya akan lebih banyak dibebankan pada APBN. Angkanya hingga 53,3 persen. Sisanya, akan diusahakan dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), swasta, dan BUMN, yakni sebesar 46,7 persen.
Padahal, dulu, rencananya hanya 19 persen pakai kantong negara. Proyek IKN disebut tidak akan bebani APBN. Namun ternyata semua itu hanya pemanis saja.

Hanya biar tidak banyak cibiran. Megaproyek tersebut tetap bebani APBN. Jokowi telah meralat janji.

Selain di pundak APBN, pendanaan juga dipikul oleh KPBU dan swasta. KPBU adalah konsesi infrastruktur, dimana suatu infrastruktur dikemas dalam suatu bisnis yang dijalankan oleh badan usaha dengan harapan pengembalian modal. Badan usaha diberi keleluasaan merencanakan, membangun, dan mengoperasikan infrastruktur.

Layaknya konsesi, maka harus ada untungnya, maka jika itu jalan tol (contoh termudah), maka ya harus ada tol (tarif/ pembayaran pengguna) nya.

Tapi harus diingat, jika jalan tol nya jelek dan yang lewat tidak rame, maka resiko kerugian ditanggung si pengusaha. Maka si pengusaha harus membikin jalan tol sebagus mungkin. KPBU dirasa cocok untuk menyelenggarakan beberapa infrastruktur dengan karakter tertentu, karena ada pembagian resiko antara pemerintah (yang mewakili pengguna) dan badan usaha.
Tapi KPBU tidak cuma satu jenis (yang ada tarif penggunanya).

Pada kesempatan lain, KPBU bisa saja bertumpu pada APBN, seperti KPBU jenis availibility payment (AP).

Pada KPBU AP, konsesi infrastruktur ditomboki oleh pemerintah selama masa konsesi karena sifatnya tidak cocok jika pakai tarif. Contohnya kabel internet super panjang yang proyeknya kemarin bernama Palapa Ring.

Model ini berbeda dengan pengadaan biasa. Pada KPBU AP, pemerintah sudah dapat paket lengkap dari satu badan usaha, mulai dari konstruksi hingga operasi. Tinggal dibayar tiap tahun pakai APBN jika kabelnya sudah oke. Pemerintah tidak perlu pusing membuat perencanaan termasuk merogoh kocek terlalu dalam di awal, cukup diserahkan pada Badan Usaha. Karenanya terdapat pembagian resiko antara pemerintah dengan badan usaha.

Soal proyek IKN, dari penggalian surat kabar, ditengarai dalam waktu dekat akan ada rumah tapak dan rusun yang dibangun dengan KPBU. Ada juga jalan di kawasan utama IKN dan tentunya jalan-jalan lain yang bisa dikomoditaskan. Namun soal progres proyek-proyek tersebut masih belum banyak info beredar.

Tapi perlu diperhatikan bahwa menyelenggarakan KPBU itu tidak mudah. Historinya ada. Pengalaman kita membangun jalan tol Trans Jawa misalnya. Rangkaian jalan tol yang sudah digagas sejak tahun 90an itu baru bisa rampung 20 tahun kemudian.

Pemegang konsesinya pun sampai gonta-ganti. Pembengkakan biaya pun tidak dapat dihindari.

KPBU jalan tol Trans Jawa lalu ditangani atau diambil alih oleh BUMN, yang notabene ‘kaki tangan’ pemerintah.

Bisnis.com mencatat, bahwa dari 10 proyek KPBU Jalan Tol, hanya satu proyek yang konsesinya dimenangkan oleh swasta (sebagai pemegang mayoritas saham). Ada kesan seolah-olah bahwa KPBU butuh privilege, dan disitulah BUMN hadir.
KPBU, jika mau bagus, butuh institusi yang kuat dengan daya analisis yang matang.

Tidak semua proyek akan menghasilkan value terbesar jika di-KPBU-kan. Agen pemerintah harus melihat kombinasi tepat antara penggunaan APBN dan pelibatan swasta. Mesti ada analisis value for money-nya. Analisis ini tentu tidak bisa dikebut seminggu dua minggu.

Dan kita memang menghadapi kendala SDM. KPBU ibarat sebuah hajatan besar dengan rangkaian kegiatan yang membutuhkan keterampilan khusus. Bangunan ilmu KPBU tidak langsung dikuasai oleh seorang lulusan magister apalagi sarjana. Butuh pendalaman, butuh pengalaman. Dan praktisi di bidang ini memang belum banyak.

Sedangkan di level daerah, dimana dibutuhkan agen eksekutor, pakar KPBU sangat sulit ditemukan.

Apalagi, para pakar KPBU tentu sudah habis ‘dipakai’ di berbagai proyek strategis nasional yang hari ini begitu jor-joran.

Menarik jika menengok kembali jurnal Bu Reini Wirahadikusumah (Rektor ITB kini) pada 2013. Bu Reini menggali langsung pengalaman Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) (nama sebelum KPBU) dari pebisnis jalan tol.

Dari situ, didapat bahwa proyek-proyek KPS lekat dengan sederet isu-isu strategis. Model ini, setidaknya pada masa itu, dihinggapi masalah mulai dari proses pengadaan yang lelet, kepastian tanah yang sulit, model konsesi yang kadang tidak bersahabat, dan minim dukungan aspek legal dan institusional.
Dan soal IKN ini, KPBU nya bisa ebih pelik.

Terutama soal potensi pasar. Sekadar pengetahuan, Jalan Tol (JT) Trans Jawa adalah proyek yang cuan karena lalu lintasnya memang ramai.

JT Trans Jawa, dengan segala dramanya, bernilai sekitar Rp 70 triliun. Di IKN, KPBU diharapkan menanggung hingga Rp 214 triliun. Nah, jika proyek 70 triliun di pulau ramai saja lika-likunya jelimet, apalagi proyek di tengah kota yang hanya ratusan ribu orang.

Pengembang jalan tol dari Astra pernah bilang jika upaya menarik investor swasta lokal dan internasional masih menjadi pertanyaan dan PR besar pemerintah (Bisnis.com, 8/11/2019).

Sedangkan soal IKN, pengembang dari Real Estate Indonesia (REI) nampaknya punya kekhawatiran yang sama. Baginya “barang KPBU” di IKN ini masih belum jelas, termasuk aspek legal dan institusionalnya (Bisnis.com, Jum’at 21/1/2021) belum lama ini.

Sebenarnya kita punya Indonesia Infrastructure Guarantee Fund (IIGF), badan yang menjadi penjamin royek-proyek KPBU.

Dana ini dibentuk pada 2009, atas dukungan Bank Dunia.

IIGF diharapkan menambah kepastian dan daya tarik investor. Namun dalam IKN ini, IIGF nampaknya belum bisa memberi daya gedor yang kuat. Investor tetap ragu.

Sedangkan ada juga cerita dari Faisal Basri, tentang investor yang ingin agar IKN dihuni 5 juta jiwa penduduk dalam 10 tahun.

Padahal rencana Bappenas saja, yang mungkin sudah best case, hanya bisa 1 juta jiwa. Akhirnya, APBN lah yang harus lebih banyak main. Investor tidak bisa diyakinkan.

Maka KPBU pada proyek IKN memang tidak mudah. KPBU AP saja, jika sukses, masih akan membebani APBN. Jika kerjaan KPBU di proyek ibukota anyar itu ambyar, ya tentu APBN makin berat. Kita tunggu saja, semoga ada ralat lagi. Kita masih berharap proyek IKN dibatalkan.(rls/her)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *