Linkarutama.com – Sebuah foto yang mendadak mencuri perhatian publik memperlihatkan Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Lampung, Fahrizal Darminto, sedang berswafoto di ruang kerjanya bersama tim pemenangan salah satu Calon Gubernur (Cagub) Lampung, Rahmat Mirzani Djausal (RMD), dilansir dari Pembaharuan.id.
Menanggapi fenomena tersebut, Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Lampung (UML), Chandrawansah, menilai bahwa aparatur pemerintahan sering kali berpihak kepada salah satu pasangan calon dalam setiap momentum Pilkada.
“Hebohnya foto Sekretaris Daerah Provinsi Lampung dengan tim pasangan calon sejalan dengan yang pernah saya sampaikan bahwa dalam setiap pemilihan kepala daerah, netralitas ASN dan money politics masih menjadi alat yang digunakan untuk memenangkan calon tertentu,” ujarnya saat diwawancarai pada Selasa (8/10/2024), seperti dilansir Pembaharuan.id.
Mantan Ketua Bawaslu Kota Bandarlampung periode 2019-2024 ini menegaskan bahwa Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota sudah jelas melarang ASN terlibat atau melibatkan diri dalam pemilihan kepala daerah.
Ia melanjutkan, dalam Pasal 80 Ayat (1), pasangan calon dilarang melibatkan: (a) Pejabat badan usaha milik negara/daerah, (b) Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan anggota Tentara Nasional Indonesia, (c) Kepala Desa atau Lurah serta perangkatnya.
Sedangkan dalam Ayat (2), Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, Wakil Walikota, pejabat negara lainnya, dan pejabat daerah dapat ikut kampanye dengan mengajukan izin sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Peraturan ini secara tegas melarang ASN untuk terlibat.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dalam Pasal 71, pejabat negara, daerah, ASN, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau Lurah dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.
Candra juga menambahkan bahwa ada sanksi pidana bagi ASN yang terbukti berpihak pada salah satu pasangan calon. “Pada Pasal 189 disebutkan bahwa calon gubernur, calon wakil gubernur, calon bupati, calon wakil bupati, calon walikota, dan calon wakil walikota yang sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara/daerah, ASN, anggota Kepolisian, TNI, serta Kepala Desa atau Lurah dan perangkatnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 Ayat (1), dapat dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda antara Rp600.000 hingga Rp6.000.000,” jelasnya.
Dalam kesempatan tersebut, Candra berpendapat bahwa potensi pelanggaran netralitas ASN akan besar terjadi pada Pilkada serentak 2024. Hal ini disebabkan oleh regulasi yang ada saat ini belum memberikan efek jera kepada ASN yang melanggar.
“Pelanggaran netralitas ASN sama dengan praktik money politics. Sayangnya, sanksi yang ada jarang menyentuh aktor besar yang terlibat dalam pelanggaran ini,” tambahnya.
Ia juga menekankan pentingnya menunggu perkembangan lebih lanjut dari Bawaslu untuk menyelidiki informasi viral ini, apakah terdapat unsur pidana pemilu atau pelanggaran netralitas ASN. (Ist/her)

