Linkarutama.com – Mantan Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Pringsewu, Waskito Joko Suryanto, menghadapi persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjungkarang atas dugaan korupsi yang merugikan negara sebesar Rp576.400.000.
Dalam dakwaan, Waskito diduga menyalahgunakan wewenang dengan menetapkan pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) waris atas nama Soemarwoto (alm.) di Pekon Wates Timur di bawah nilai pasar, yakni hanya Rp1.000.000 per meter.
Selain itu, ia memberikan keringanan BPHTB waris sebesar 40%, yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jaksa penuntut umum (JPU) menilai tindakan tersebut memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, sehingga merugikan keuangan negara.
Terdakwa didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pada sidang lanjutan yang digelar Kamis, 28 November 2024, pihak kuasa hukum terdakwa, Bambang Joko dkk menghadirkan dua ahli untuk memberikan keterangan lanjutan.
Saksi ahli yang dihadirkan adalah Prof. Dr. Dadang Suwanda, ahli keuangan negara dan auditor dari Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN), serta Prof. Dr. Mompang Panggabean, ahli hukum pidana dari Universitas Kristen Indonesia (UKI).
“Menurut keterangan Prof. Dadang, lembaga yang memiliki kewenangan konstitusional untuk menyatakan dan mengumumkan (MENDIKLAIR) kerugian negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Undang-Undang BPK Nomor 15 Tahun 2004,” kata Bambang, saat diwawancarai.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Lembaga lain, seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), inspektorat, atau auditor independen, hanya berwenang menyatakan dugaan kerugian negara, tetapi bukan untuk menyatakannya (MENDIKLAIR) secara resmi di persidangan.
Bambang melanjutkan, saksi ahli lainnya yakni Prof. Mompang Panggabean menuturkan bahwa keringanan discoun atau potongan BPHTB yang diberikan Waskito sebenarnya merujuk pada Peraturan Bupati Pringsewu Nomor 16 Tahun 2022 Pasal 10.
“Dalam peraturan tersebut, potongan pajak sebesar 40% diberikan untuk tanah dengan luas di atas 1.000 meter. Namun, jaksa menyebut penetapan pajak Waskito tetap tidak sesuai dengan prosedur,”
“Karena itu kan kewenangannya diatur, bahwa memberikan potongan diskon itu diatur dengan peraturan Bupati Nomor 16 pasal 10,” tandasnya.
Bambang menambahkan, menurutnya bahwa, dalam sidang tidak ada satupun saksi yg dihadirkan JPU memberikan kepada terdakwa gratifikasi suap, dan/atau menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi.
“Tidak ada uang pajak yang dimasukkan, tidak untuk kepentingan pribadi, dan itu pun dibayarkan wajib pajak ke Bank Lampung/ kas Daerah Kabupaten Pringsewu,” tutupnya.(*/her)