Diminta Bayar Rp3 Juta, Gepak Lampung Kecam RSUDAM: Korban Tabrakan KA Ditelantarkan

Linkarutama.com – Kontroversi pelayanan RSUD Dr. H. Abdul Moeloek (RSUDAM) kembali mencuat ke publik. Ketua Umum Gepak Lampung, Wahyudi, mengecam keras tindakan rumah sakit milik Pemerintah Provinsi Lampung itu yang dinilai gagal memberikan pelayanan kemanusiaan dan justru mengedepankan uang sebelum pelayanan dijalankan.

Pada Sabtu (23/8/2025), Amran Dawiri (60), warga Kelurahan Pasir Gintung, meninggal dunia seketika setelah sepeda motor yang dikendarainya tertabrak kereta api (KA) Babaranjang di perlintasan Jalan Pemuda, Tanjung Karang, Kecamatan Enggal, Bandar Lampung.

Tubuh korban terputus, sementara motornya terpental hingga ratusan meter ke wilayah Kelurahan Kebon Jahe, Tanjung Karang Timur.

Jenazah kemudian dibawa keluarga ke RSUDAM untuk diurus sebelum dimakamkan. Namun, pihak keluarga mengaku dibuat terkejut karena rumah sakit meminta biaya Rp3 juta untuk pengurusan jenazah.

“Kejam dan tidak berprikemanusiaan. Korban ditabrak kereta api sejak pukul 07.00 pagi, tetapi ditelantarkan di RSUDAM sampai keluarga harus membayar Rp3 juta untuk biaya operasi. Sungguh kejam dunia ini,” ujar salah satu anggota keluarga kepada wartawan, Sabtu (23/8/2025).

Menanggapi hal itu, Wahyudi menilai kasus ini bukan sekadar insiden tunggal, melainkan gambaran kegagalan sistemik yang kronis.

“Pola seperti ini sudah terjadi sebelumnya, seperti kasus bayi dari Lampung Selatan yang meninggal akibat pungutan liar oleh oknum dokter. Kini, Amran Dawiri pun ditelantarkan sampai keluarganya dipaksa membayar biaya yang tidak pantas. RSUDAM telah membuktikan bahwa di mata mereka, nyawa manusia bisa ditakar dengan uang,” tegas Wahyudi.

Ia menilai persoalan ini tidak sekadar kelalaian individu, melainkan mencerminkan budaya institusi yang abai terhadap pasien, membebani keluarga, dan menunjukkan lemahnya pengawasan internal.

“Jika sistem ini tidak segera diperbaiki, RSUDAM bukan lagi tempat penyelamatan nyawa, melainkan simbol kegagalan birokrasi yang membunuh kemanusiaan,” ujarnya.

Wahyudi menegaskan, rumah sakit pemerintah seharusnya menjadi benteng terakhir keselamatan masyarakat.

“Nyatanya, korban kecelakaan parah pun ditinggalkan dan diperlakukan seperti beban, bukan manusia. Ini harus menjadi alarm keras bagi pemerintah, regulator, dan masyarakat. Jika setiap hari rumah sakit menunda atau membebani keluarga dengan biaya tak wajar, itu sama saja mengeksekusi nyawa secara administratif,” tambahnya.

Ia mendesak adanya reformasi internal dan tindakan nyata di RSUDAM.

“Tidak ada toleransi untuk pungli, penelantaran pasien, atau birokrasi yang merampas hak serta menghina martabat manusia. Setiap nyawa harus dihargai sepenuhnya. Jika tidak, masyarakat berhak menuntut pertanggungjawaban total, mulai dari oknum hingga pimpinan institusi. RSUDAM harus menjadi rumah sakit yang membela nyawa, bukan menghitungnya sebagai angka di laporan atau uang di rekening,” pungkas Wahyudi dengan nada tinggi.

Catatan penting untuk Dirut RSUD Dr. H. Abdul Moeloek: Jangan jadikan uang sebagai alasan pelayanan! (*/her)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *