Insiden Kaligedang Rugikan Ribuan Buruh, Rusak Citra Bondowoso Republik Kopi Milik PTPN I Regional 5

Linkarutama.com – Perusakan 150 ribu batang tanaman kopi milik PTPN I Regional 5 di Desa Kaligedang, Kecamatan Sempol, Bondowoso, Jawa Timur berimbas buruk kepada kesejahteraan lebih dari 3.500 buruh. Tindak kriminal oleh oknum warga yang sempat memicu aksi massa di Polsek Sempol pada 17 November 2025 itu juga mencoreng citra baik Kabupaten Bondowoso yang dikenal dengan tagline “Bondowoso Republik Kopi (BRK)”. Lebih luas lagi, jalur pariwisata menuju Kawah Ijen juga akan mengurangi peminat.

“Insiden pada 17 November yang dipicu tindak pidana perusakan tanaman kopi milik PTPN I Regional 5 itu Jangan dianggap remeh. Dampak negatifnya akan sangat luas, bukan hanya kerugian perusahaan yang katanya lebih dari Rp4,5 miliar. Ingat, di situ ada ribuan buruh yang pendapatannya macet, citra daerah Bondowoso Republik Kopi tercoreng, dan jalur pariwisata Ijen yang berada di Kawasan itu pasti akan terganggu,” kata Iffan Gallant El Muhammady, pengamat sosial dari Universitas Muhammadiyah Jember, Kamis (27/11/2025).

Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UMJ itu menambahkan, dari tiga dampak itu, yang paling krusial adalah terhentinya pendapatan alias upah para buruh yang jumlahnya 3.500 orang itu. Penilaian dosen bergelar doktor ini ditimbang berdasarkan analisis potensi instabilitas wilayah. Sebab, kata dia, upah atau gaji sebagai elemen utama pemenuhan kebutuhan dasar warga memiliki ambang toleransi paling tipis.

“Kalau mau dikaji lebih dalam, sebenarnya dampaknya sangat luas lagi. Tetapi yang paling krusial sehingga harus segera ada penanganan serius dari parapihak, adalah soal nasib buruh. Soalnya ini kan masalah perut. Ini bisa melebar ke mana-mana. Kerugian lainnya lebih bersifat intangible asset, seperti citra daerah, kepercayaan investor, hingga engganya wisatawan ke Paltuding (Kawah Ijen) lewat jalur Bondowoso. Ini butuh Waktu lama untuk memulihkan,” kata alumnus Program Doktor Ilmu Sosial Peminatan Kebijakan Publik Universitas Airlangga ini.

Iffan Gallant menilai insiden ini telah bergeser dari persoalan perusakan 80 hektare lahan menjadi krisis sosial yang berdampak luas. Ia menegaskan bahwa langkah mendesak saat ini adalah menahan eskalasi dan menghindari narasi saling menyalahkan.

“Pelabelan warga sebagai ‘perusuh’ hanya memperlebar jurang sosial dan menutupi persoalan struktural. Pemerintah dan aparat harus benar-benar berada di tengah. Negara tidak boleh terlihat berpihak karena yang dipertaruhkan adalah penghidupan ribuan buruh dan stabilitas kawasan,” kata dia.

Ia juga melihat potensi konflik horizontal jika situasi tidak dikelola hati-hati, terutama antara buruh yang kehilangan pendapatan dan warga Kaligedang yang percaya kebun hortikultura yang mereka garap akan “ditertibkan”.

“Ini berbahaya, karena menggeser persoalan dari kegagalan tata kelola menjadi benturan antarwarga. Kisruh ini juga kini dirasakan publik secara simbolik tentang reputasi Kopi Bondowoso yang dulu menjadi ikon kebanggaan kini diasosiasikan sebagai pemicu konflik. Lalu, kerusakan Kepercayaan yang terbangun dari narasi positif BRK tidak dapat berdiri jika realitas hulunya penuh ketidakstabilan. Berikutnya, kerusakan legitimasi publik terhadap situasi ini.

Dampak pada sektor wisata pun tak bisa diabaikan. Konflik terbaru ini memperkuat persepsi bahwa jalur Bondowoso menuju Kawah Ijen kurang aman dan kurang kondusif. Kondisi ini akan menambah berat beban ketika pemeritah sedang mengkampanyekan jalur Bondowoso menuju Paltuding (Kawah Ijen) lebih menarik .

“Konflik sosial di sekitar wilayah produksi kopi menciptakan rasa tidak nyaman bagi warga lokal. Rasa bangga sebagai duta wisata ikut menurun. Jika tidak ditangani cepat, kisruh ini akan menempel di memori kolektif sebagai simbol ketidakstabilan,” jelasnya.

Bagi investor, insiden ini adalah ujian besar. Iffan mengatakan pemodal selalu menghitung tiga faktor utama: stabilitas sosial, kepastian tata kelola, dan mekanisme penyelesaian konflik.

“Kerugian Rp 4,7 miliar yang dialami PTPN I Regional 5 dan terhentinya pendapatan 3.500 orang adalah sinyal bahwa ada masalah serius dalam relasi perusahaan, warga, dan komunikasi publik. Jika pemerintah hanya merespons secara jangka pendek, investor akan membaca konflik ini sebagai pola yang bisa terulang,” urainya.

Iffan menilai situasi ini bisa berbalik positif jika pemerintah daerah dan PTPN menggunakan momentum ini untuk melakukan pembenahan sistemik. Transparansi, audit tata kelola, dan forum dialog tetap dinilai sebagai instrumen penting untuk memulihkan kepercayaan.

“Branding tidak boleh berhenti pada slogan. Kepercayaan publik hanya kembali jika perubahan terasa di lapangan,” tutup Iffan Gallant.(*/her)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *