Linkarutama.com – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) hari ini membacakan Putusan terkait Dugaan Pelanggaran Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2008 terkait Pelaksanaan Kemitraan antara PT Pos Indonesia (Persero) dengan
Pemilik/Pengelola Agenpos di seluruh Indonesia. Putusan ini merupakan putusan pertama
terkait fungsi pengawasan pelaksanaan kemitraan yang dilakukan KPPU, dalam rillis yang diterima media, Selasa (8/2/2022).
Dalam Putusan
Perkara bernomor 16/KPPU-K/2019 tersebut, Majelis Komisi memutuskan bahwa PT Pos
Indonesia (Persero) tidak terbukti melanggar Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah.
Kasus ini berawal dari Laporan Dugaan Pelanggaran Kemitraan tanggal 26 November
2019 yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero) sebagai Terlapor.
Objek perkara a quo adalah terkait pelaksanaan kemitraan yang dilakukan oleh PT Pos Indonesia (Persero) dengan
Pemilik/Pengelola Agenpos di seluruh Indonesia. Perkara di sektor jasa kurir dan logistik ini,
bermula dari adanya dugaan penguasaan terhadap Agenpos oleh PT Pos Indonesia (Persero)
melalui penetapan perubahan besaran imbal jasa Agenpos secara sepihak tanpa melibatkan
Agenpos sebagai mitranya, serta berbagai pemutusan sepihak atas pelaksanaan kemitraan.
Dalam proses Pemeriksaan Pendahuluan, KPPU telah menyampaikan 3 (tiga) kali
Peringatan Tertulis dengan usulan-usulan perbaikan kemitraan kepada PT Pos Indonesia
(Persero).
Praktiknya, PT Pos Indonesia (Persero) hanya melaksanakan sebagian perintah
perbaikan, sehingga KPPU menduga perusahaan tersebut melakukan penguasaan terhadap
Agenpos dengan menetapkan perubahan besaran imbal jasa secara sepihak tanpa
melibatkan mitranya. Dengan tidak dilaksanakannya 3 (tiga) kali Peringatan Tertulis tersebut,
KPPU memutuskan untuk menindak pelanggaran tersebut melalui Sidang Majelis Komisi.
Dalam persidangan, Majelis Komisi turut mendengarkan berbagai keterangan saksi,
ahli, maupun Terlapor.
Ditemukan bahwa perubahan besaran imbal jasa yang dilakukan PT
Pos Indonesia (Persero) terjadi dengan tiba-tiba tanpa ada koordinasi, pemberitahuan, dan
sosialisasi kepada Agenpos, dan mereka baru mengetahui perubahan besaran imbal jasa
setelah menerima pembayaran imbal jasa. Agenpos juga tidak dilibatkan dalam berbagai
diskusi yang membahas imbal jasa. Dalam keterangan lain diperoleh informasi bahwa
indikator untuk menyatakan para pihak memiliki kedudukan hukum yang setara dalam hak dan kewajiban adalah para pihak harus diberikan akses yang sama. Perubahan imbal jasa yang
ditetapkan secara sepihak akan menjadi penguasaan keputusan.
Namun juga ditemukan fakta
bahwa dalam bentuk kerja sama ini, keagenan adalah partner dan imbal jasa sepenuhnya
ditentukan PT Pos Indonesia (Persero), sehingga Mitra dapat memilih untuk mengikuti atau tidak ketentuan tersebut.
Memperhatikan berbagai keterangan tersebut, Majelis Komisi berpendapat pola
kemitraan dalam perkara aquo adalah kemitraan keagenan, dimana PT Pos Indonesia
(Persero) bertindak sebagai prinsipal dan Agenpos sebagai agen.
Dalam hubungan kemitraan
tersebut, penetapan besaran imbal jasa oleh prinsipal tidak memerlukan negosiasi dengan
agen, sehingga bukan merupakan bentuk menguasai yang dilarang.
Dengan demikian Majelis Komisi menyimpulkan bahwa unsur Memiliki dan/atau Menguasai tidak terpenuhi.
Berdasarkan hal tersebut, dalam Putusan, Majelis Komisi memberikan rekomendasi
dan memerintahkan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) untuk:
1. Menyediakan saluran komunikasi agar Agenpos dapat mengutarakan pendapat dan
memberikan partisipasi terkait kemitraan. Jalur komunikasi ini meliputi antara lain pertemuan umum, temu wicara, konsultasi, dan penyampaian secara tertulis.
2.Mengkomunikasikan dan memberikan informasi secepatnya sebelum perubahan besaran
imbal jasa diterima oleh Agenpos dan
3. Melakukan amandemen perjanjian kerja sama apabila terdapat ketentuan yang berbeda
dengan perjanjian dimaksud, termasuk terkait besaran imbal jasa.
Majelis Komisi juga meminta Direksi PT Pos Indonesia (Persero) untuk melaporkan
pelaksanaan butir (1) dan butir (2) di atas kepada Komisi paling lama 6 (enam) bulan sejak
Putusan Perkara ini dibacakan, serta kepada Dewan Komisaris PT Pos Indonesia (Persero)
untuk mengawasi pelaksanaan perintah di atas.(rls/her)