PTPN I Regional 7 Nyatakan Eksekusi Lahan Sidosari Tuntas

Linkarutama.com – Putusan inkracht PN Kalianda terhadap lahan PTPN I Regional 7 yang digugat LSM Pelita (Maskamdani cs.) seluas 75 hektare di Desa Sidosari, Natar, Lampung Selatan telah selesai dieksekusi, Senin (13/1/2025).

Region Head PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun menegaskan, tidak ada ruang kompromi untuk urusan penegakan hukum pada kasus ini. Kalaupun ada sikap akomodatif dari perusahaan, kata dia, hal itu merupakan langkah kemanusiaan.

“Alhamdulillah hari ini eksekusi fisik selesai dengan tuntas. Sesuai rencana, kami butuh waktu 14 hari sejak eksekusi riil oleh PN Kalianda, 31 Desember 2024 lalu. Intinya, lahan negara yang dikelola PTPN I Regional 7 kembali ke pangkuan negara dengan utuh dan akan kami pergunakan sebagaimana amanat negara,” kata dia.

Pada eksekusi fisik hari ini, Senin (14/1/2025) secara umum berlangsung lancar.

Meskipun ada gangguan berupa blokade jalan masuk menuju lokasi oleh para okupan masih bertahan, melalui pendekatan lembut seluruh alat berat bisa bekerja dengan baik dengan kawalan aparat keamanan.

Kapolres Lampung Selatan AKBP Yusriandi Yusrin memimpin langsung pengamanan yang didukung Polda Lampung, TNI, Satpol PP Lampung Selatan, Satuan Pengamana Perusahaan, dan elemen lainnya.

Region Head PTPN I Regional 7 Tuhu Bangun, SEVP Operation Wiyoso, dan pejabat utama lainnya menunggui proses eksekusi sejak pagi hingga tuntas pukul 16.30.

Usai eksekusi, Region Head Tuhu Bangun menyampaikan beberapa poin inti dari proses hukum ini. Region head yang juga aktivis Serikat Pekerja Nasional ini menyatakan, tuntasnya eksekusi ini menjadi akhir dari perselisihan hukum yang dipicu penyerobotan lahan milik perusahaan oleh oknum warga dengan bendera LSM Pelita.7

“Sejak saat ini, lahan 75 hektare yang merupakan bagian dari HGU No.16/1997 milik PTPN I Regional 7 pulih kembali dan dalam penguasaan kami, baik secara hukum maupun fisik. Jika ada pihak lain yang mengganggu atau akan memanfaatkan lahan ini tanpa dasar hukum yang jelas, akan kami pidanakan. Sebab, hak atas lahan ini clean and clear secara hukum,” kata dia.

Mengenai polemik yang masih terjadi di lapangan karena beberapa oknum okupan yang menolak dan membela diri, Tuhu Bangun menyebut hal itu bukan halangan hukum. Berbagai narasi negatif yang diembuskan beberapa oknum dan menjaring dukungan dari beberapa pihak, menurut Tuhu Bangun adalah langkah yang inkonstitusi dan dapat dikategirkan sebagai pelanggan hukum.

Sebab, isu-isu yang diembuskan lebih berisi fitnah dan tidak sesuai dengan fakta yang sebenarnya.

Tuhu Bangun menjelaskan, secara hukum kasus lahan Sidosari ini ini sudah sangat jelas. Ia jug mengingatkan kepada parapihak yang dimanfaatkan nama besarnya oleh para oknum untuk melawan putusan hukum yang sah untuk menghitung ulang untung rugi reputasinya. Sebab, proses hukum terhadap kembalinya lahan ini ke pangkuan negara sudah sangat kredibel dari awal sampai akhir.

“Tidak ada lagi yang bisa diperdebatkan karena proses hukum dari awal sampai inkracht di Mahkamah Agung sudah clean and clear. Kalau para okupan yang awam ngotot mau nuntut lagi, kami masih maklum. Tetapi sepengetahuan kami, yang ngotot justru orang-orang yang sangat paham hukum. Sementara para okupan awam sudah sukarela menyerahkan aset dan mengakui kesalahannya. Nah, ini yang saya sesalkan. Sebab, kalau ini terus berlanjut maka korban penipuannya akan bertambah,” tambah dia.

Secara kronologis, kasus ini bermula dari klaim Maskamdani cs yang menggunakan LSM Pelita atas lahan seluas 150 hektare milik PTPN I Regional 7. Klaim itu dilakukan dengan menduduki lahan dengan mengerahkan alat berat dan menanami lahan dengan berbagai tanaman.

Atas okupasi itu, pihak PTPN I Regional 7 (dulu PTPN VI) melawan. Beberapa kali terjadi gesekan dan sempat terjadi penganiayaan oleh oknum-oknum LSM tersebut kepada karyawan PTPN I Regional 7 yang berakhir ke laporan polisi.

Upaya okupasi fisik tak berhasil, Maskamdani cs. melakukan gugatan ke PN Kalianda pada 2020. Melalui persidangan bertingkat hingga kasasi ke Mahkamah Agung, PTPN I Regional 7 tetap memenangkan perkara. Terakhir, MA menguatkan putusan PN Kalianda yang menyatakan perkara ini inkracht sehingga lahan tersebut kembali menjadi bagian dari HGU No.17/1997 seluas 5.948 hektare milik PTPN I Regional 7.

Putusan inkracht tersebut ditindaklanjuti lanjuti dengan ekseskusi riil oleh PN Kalianda pada 31 Desember 2024. Eksekusi riil oleh PN Kalianda dilanjutkan dengan eksekusi fisik oleh PTPN I Regional 7 hingga tuntas.

Sporadik Cacat Hukum

Selama masa proses hukum berjenjang dari PN Kalianda, PT Tanjungkarang, hingga tingkat kasasi di Mahkamah Agung, para okupan terus menguasai lahan dan mendirikan berbagai bangunan. Salah satu faktor yang menjadikan para okupan lebih berani dan percaya diri menduduki lahan adalah terbitnya surat keterangan penguasaan fisik tanaha (sporadik) atas lahan-lahan yang diserobot. Sayangnya, sporadik diterbitkan oleh pihak lain, yakni Kepala Desa Natar, Arif. Padahal, letak lahan tersebut berada di Desa Sidosari.

“Terus terang, saya berani mulai membangun rumah itu karena sudah terbit surat sporadik. Tapi ternyata salah. Pantesan sejak awal Kades Sidosari nggak mau tanda tangan apapun tentang lahan di Pelita (mereka menamakan lokasi itu sebagai Dusun Pelita Jaya),” kata Rusdi salah satu korban penipuan sporadik dan lahan oleh mafia tanah.

Mengenai kelanjutan dari banyaknya sporadik yang diterbitkan Kades Natar, Tuhu Bangun menyatakan telah melaporkan ke Polres Lampung Selatan. Dia meminta Kades Natar mempertanggungjawabkan perbuatannya yang memicu konflik antar warga dan juga dengan perusahaan.

“Kami telah melaporkan Kades Natar ke Polres Lampung Selatan. Saya dengar laporan itu sudah masuk ke penyidikan. Kami harus pastikan kasus seperti ini tuntas di hadapan hukum supaya menjadi perhatian dan efek jera. Sebab, ini menjadi awal mula konflik dan yang memicu keberanian orang-orang berspekulasi, membangun rumah padahal tanahnya ilegal,” tambah dia.

Sementara Kapolres Lampung Selatan, AKBP Yusriandi Yusrin menyatakan pihaknya melaksanakan pengamanan secara humanis, melibatkan 250 personel gabungan dari Polres, Kodim, Satpol PP, dan Dinas Kesehatan.

“Kami mengutamakan pendekatan persuasif. Namun, ketika ditemukan beberapa warga membawa senjata tajam, kami melakukan tindakan tegas dan terukur. Empat orang telah diamankan, termasuk seorang provokator,” jelas Yusriandi.

Ia juga mengimbau masyarakat untuk tidak menempati lahan yang bukan hak mereka dan memastikan eksekusi berjalan lancar tanpa kekerasan.

Penitera Pengadilan Negeri Kalianda, Ahmad Letondot Basari menjelaskan bahwa eksekusi lahan telah dilaksanakan sesuai putusan yang inkracht per 31 Desember 2024.

Terkait gugatan baru yang diajukan pada 7 Januari 2025, ia menegaskan bahwa kasus tersebut tidak memengaruhi eksekusi yang sudah dilakukan.

“Gugatan baru yang masuk akan diproses di pengadilan mulai 14 Januari 2025, tetapi eksekusi ini adalah perkara terpisah yang telah berkekuatan hukum tetap,” tegas Ahmad.

Proses eksekusi ini menjadi upaya penegakan supremasi hukum atas aset negara yang telah lama dikuasai warga tanpa izin. PTPN berharap seluruh pihak dapat mematuhi hukum demi terciptanya ketertiban dan keadilan.(*/her)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *