Linkarutama.com – Indeks Harga Konsumen (IHK) di Provinsi Lampung pada Oktober 2024 mengalami inflasi sebesar 0,20% (mtm), lebih tinggi dibandingkan inflasi pada September 2024 yang tercatat sebesar 0,05% (mtm), Jumat (1/11/2024).
Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan capaian nasional yang tercatat inflasi sebesar 0,08% (mtm) dan rata-rata perkembangan IHK di Provinsi Lampung pada Oktober dalam tiga tahun terakhir yang mencatat deflasi sebesar -0,02% (mtm).
Secara tahunan, IHK di Provinsi Lampung pada Oktober 2024 mengalami inflasi sebesar 1,94% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi bulan sebelumnya yang mencapai 2,16% (yoy), namun masih lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,71% (yoy).
Dari sisi sumbernya, inflasi terutama disebabkan oleh peningkatan harga pada kelompok komoditas makanan dan minuman. Komoditas utama penyumbang inflasi tertinggi adalah bawang merah, tomat, daging ayam ras, cumi-cumi, dan ikan nila dengan kontribusi masing-masing sebesar 0,11%; 0,07%; 0,04%; 0,02%; dan 0,02%.
Kenaikan harga bawang merah disebabkan oleh pasokan yang menipis menjelang masa panen di beberapa sentra produksi seperti Lampung Selatan, Lampung Tengah, dan Pesawaran, serta dipengaruhi oleh kenaikan harga bawang merah di Provinsi Jawa Tengah, yang merupakan pemasok utama. Berdasarkan Pusat Informasi Harga Pangan Nasional (PIHPS), harga bawang merah di Provinsi Jawa Tengah pada Oktober 2024 tercatat sebesar Rp31.450/kg, lebih tinggi dibandingkan Rp26.250/kg pada bulan sebelumnya.
Kenaikan harga tomat disebabkan oleh penurunan pasokan akibat produksi yang tidak optimal karena kondisi cuaca yang kurang mendukung. Sementara itu, kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh pasokan terbatas setelah tingginya permintaan pada bulan September, serta meningkatnya harga pakan ternak. Hal ini tercermin dari kenaikan harga jagung di tingkat peternak pada Oktober 2024 menjadi Rp4.783/kg dari Rp4.661/kg pada bulan sebelumnya. Adapun kenaikan harga cumi-cumi dan ikan nila dipicu oleh terbatasnya aktivitas penangkapan akibat kondisi cuaca yang kurang kondusif, sesuai dengan prakiraan BMKG mengenai peningkatan intensitas hujan menjelang triwulan IV 2024 dan NTP perikanan tangkap yang tumbuh 0,03% pada Oktober 2024.
Di sisi lain, inflasi pada Oktober 2024 tertahan oleh sejumlah komoditas yang mengalami deflasi, terutama cabai merah, bensin, dan ayam hidup dengan kontribusi masing-masing sebesar -0,06%; -0,05%; dan -0,02%. Penurunan harga cabai merah disebabkan oleh peningkatan pasokan pada musim panen di Jawa Timur, pemasok utama untuk Provinsi Lampung. Penurunan harga bensin sejalan dengan kebijakan penurunan harga BBM non-subsidi pada Oktober 2024. Adapun penurunan harga ayam hidup dipengaruhi oleh penurunan permintaan di tengah pasokan yang cukup.
Ke depan, KPw BI Provinsi Lampung memproyeksikan inflasi IHK di Provinsi Lampung tetap berada dalam rentang sasaran inflasi 2,5±1% (yoy) hingga akhir 2024. Namun, diperlukan mitigasi terhadap risiko, antara lain dari Inflasi Inti (Core Inflation/CI), seperti: (i) akselerasi permintaan domestik pada periode HBKN Nataru; dan (ii) kenaikan harga emas di Provinsi Lampung sejalan dengan tren kenaikan harga emas dunia.
Dari sisi Inflasi Volatile Food (VF), risiko yang diantisipasi meliputi: (i) kenaikan harga beras dengan berakhirnya masa panen gadu dan memasuki puncak musim tanam; (ii) kenaikan harga minyak goreng akibat relaksasi HET MinyaKita.
Risiko dari Inflasi Administered Price (AP) yang perlu diperhatikan antara lain adalah kenaikan harga rokok berbagai jenis sejalan dengan peningkatan tarif cukai rokok tahun 2024 sebesar 10% dan rokok elektrik sebesar 15%.
Melihat perkembangan inflasi dan risiko ke depan, Bank Indonesia dan TPID Provinsi Lampung akan terus menjaga stabilitas harga melalui strategi 4K:
1. Keterjangkauan Harga a. Melakukan operasi pasar beras/SPHP secara berkelanjutan hingga harga kembali pada HET. b. Memantau harga dan pasokan, khususnya pada komoditas yang berisiko mengalami kenaikan harga seperti beras dan cabai.
2. Ketersediaan Pasokan a. Implementasi Toko Pengendalian Inflasi di seluruh wilayah IHK/non-IHK, seperti Toko MAPAN (Metro Antisipatif Pengendalian Harga Pangan) di Kota Metro dan Toko TAPIS (Toko Pengendalian Inflasi) di Kota Bandar Lampung. b. Penguatan kerja sama antar daerah (KAD) untuk komoditas yang defisit dan berisiko defisit dengan daerah sentra produksi.
3. Kelancaran Distribusi a. Penguatan kapasitas transportasi dengan menambah volume dan rute penerbangan dari Lampung ke Jakarta, Batam, Medan, dan Bali. b. Penguatan implementasi Mobil TOP (Transportasi Operasi Pasar) untuk mendukung kelancaran operasi pasar.
4. Komunikasi Efektif a. Rapat koordinasi rutin mingguan di setiap kabupaten/kota untuk menjaga kesadaran mengenai dinamika harga dan pasokan. b. Memperkuat sinergi komunikasi dengan media dan masyarakat guna mencegah perilaku panic buying.(*/her)