Ghinda Ansori Akui Macetnya Kasus Dugaan Tindak Pidana Pemalsuan Dan Pengerusakan Laporan Surino Atas Terlapor Musa Ahmad

Linkarutama.com – Mandeknya kasus yang dilaporkan Surino mengenai dugaan tindak pidana pemalsuan nomor laporan polisi LP/B-294/III/2017/LPG SPKT dan dugaan tindak pidana pengerusakan nomor laporan polisi LP/1140/X/2017/SPKT dengan pihak terlapor Musa Ahmad, diakui oleh mantan Mantan Kuasa hukum Surino dari Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka dan Rekan.

“Ya kami pernah menjadi kuasa hukum dalam laporan Surino soal dugaan pidana pemalsuan dan dugaan tindak pidana pengrusakan, kalau soal mandek ya emang mandek kami akui ,karena saat itu asetnya langsung dieksekusi,” jelas Ansori saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Kamis (30/7/2020).

Ansori juga mengakui saat itu Musa Ahmad melaporkan balik Surino dengan dengan tuduhan pencemaran nama baik dan namun laporan atas kedua kasus tersebut sama-sama tidak mengalami perkembangan yang signifikan hingg saat ini.

” Surino juga diperiksa saat itu soal pencemaran nama baik, ya sama-sama tidak jalan laporannnya,”katanya.

Saat disinggung mengenai Surat Pemberitahuan Hasil Penyelidikan (SP2HP) Anshori mengaku lupa.

“ Kalau tidak salah ingat sepertinya ada SP2HP nya,”jelasnya.

Diketahui Surino pernah memberikan kuasa kepada Kantor Hukum Gindha Ansori Wayka dan Rekan guna menangani kasus tersebut dan dalam perkembangannya pada 2017 lalu terjadi saling lapor.

Kuasa hukum Surino, Gindha Ansori Wayka meyayangkan sikap Musa Ahmad yang terlalu maju dan terkesan tak memahami mekanisme penanganan hukum terkait pengrusakan ini, mengingat proses hukum atas laporan sebelumnya atas dugaan pemalsuan dokumen dan penipuan masih berlanjut di Polda Lampung.

“Seharusnya menunggu terlebih dahulu hasil akhir penyelidikannya di Polda Lampung. Dan kami minta Polda serius menangani perkara berdasarkan nomor Laporan Polisi LP/B-294/III/2017/LPG/SPKT tertanggal 10 Maret 2017 dan LP/1140/X/2017/SPKT, 07 Oktober 2017 yang hari ini klien kami laporkan,” ujar Gindha, Sabtu (7/10/2017) lalu.

Sementara itu Pengamat Hukum Universitas Lampung Edi Rifai, Kamis (30/7/2020) menjelaskan jika Laporan balik oleh Musa Ahmad terhadap surino yang telah melaporkan ke pihak Polda Lampung atas dugaan tindak pidana pemalsuan dan pengrusakan dinilai melanggar Perkap Polri.

“Jika ada laporan tindak pidana sebelum adanya hasil, pihak terlapor tidak bisa melaporkan kembali si pelapor, karena sudah di atur dalam Perkap, ” kata dia.

Menurutnya, pihak terlapor dapat melaporkan balik setelah adanya hasil dari penyidikan dan tidak terbukti melakukan tindak pidana.

“Harusnya diselesaikan dulu, kalau sudah ada hasilnya baru bisa dilaporkan balik atas pengaduan fitnah,” ungkapnya.
Selain itu, pihak kepolisian juga tidak bisa menerima laporannya.

“Kalau menerima laporannya berarti mereka melanggar perkap, ” ungkapnya.

Sebelumnya, Surino melaporkan dugaan tindak pidana pemalsuan nomor laporan polisi LP/B-294/III/2017/LPG SPKT dan dugaan tindak pidana pengerusakan nomor laporan polisi LP/1140/X/2017/SPKT dengan pihak terlapor Musa Ahmad.

Ia menguraikan, langkah hukum tersebut dilatarbelakangi bermula pada tahun 2013 silam. Saat itu, ia memiliki pinjaman uang di salah satu bank di Bandar Jaya, Lampung Tengah. Karena tidak sanggup melunasi dan menunggak, pada 1 Juli 2013, Surino meminta bantuan kepada Musa Ahmad untuk menutupi pinjamannya di bank tersebut senilai Rp225 juta.

“Saya ada pinjaman di bank, karena macet saya minta tolong Pak Musa menutupi tunggakan dengan jaminan sertifikat tanah. Saya janji sama Pak Musa, setelah ada uang sertifikat itu akan saya tebus lagi dan Pak Musa setuju. Tapi saat itu, perjanjian hanya secara lisan saja,” pungkasnya.

Selanjutnya, kata Surino, 4 Juli 2013, dirinya dihubungi oleh Musa dan diminta untuk menemui salah satu notaris di Bandar Jaya. Saat ia mendatangi notaris tersebut, ternyata disodorkan akta peralihan hak dan balik nama atas Sertifikat Hak Milik (SHM) yang diagunkan ke bank.

“Saya disodorkan akta peralihan hak tanah, saat tahu seperti itu saya menolak pinjam uang ke Pak Musa. Yang buat kaget lagi sekitar September 2013, saya dapat informasi dari bank kalau Pak Musa sudah melunasi pinjaman saya tanpa ada persetujuan dan konfirmasi saya,” ungkapnya.

Sertifikat atau aset tanah beserta rumah miliknya tersebut adalah, sertifikat dengan nomor 339/Yk tanggal 23 September 1992, SHM No. 2904 tanggal 29 Oktober 2008 dan SHM 2632 Tanggal 03 Maret 2006. Ketiga aset tersebut, berlokasi di Yukum Jaya, Lampung Tengah.

“Ketiga aset tersebut saat ini sudah dikuasai Musa Ahmad berdasarkan lelang, nilainya ditaksir kurang lebih mencapai sekitar Rp 1,2 miliar,” imbuhnya.
Surino mengutarakan, November 2015 lalu, ia dihubungi oleh pihak bank swasta lainnya di Bandar Jaya. Pihak bank tersebut menyatakan, bahwa dirinya memiliki sangkutan sebesar Rp 300 juta dengan jaminan ketiga sertifikat miliknya. Pinjaman uang tersebut, macet selama delapan bulan.

“Jadi ada hal aneh lagi, tiba-tiba saya dihubungi bank lain dan dibilang kalau saya menunggak angsuran. Padahal, saya tidak ada pinjaman di bank tersebut,” jelasnya.
Menurutnya, setelah ditelusuri ketiga sertifikat miliknya tersebut, sudah dipindah ke bank lain dijaminkan oleh Musa tanpa sepengetahuan dirinya sebagai pemilik sah ketiga sertifikat tersebut.

“Sebenarnya saya sudah putus asa untuk mem-follow up laporan tersebut. Sepertinya tidak ada keadilan bagi diri saya. Saya sebenarnya sakit diabetes dan paru-paru. Adapun setelah melakukan konfirmasi di Krimum Polda Lampung, pihak Polda Lampung akan menindak lanjuti laporan,” terangnya.

Karena itu, Surino berharap pihak kepolisian dapat segera memproses laporannya tersebut, sehingga memberikan rasa berkeadilan. “Apabila tidak tanggapan dari Polda Lampung atas laporan saya, maka saya akan membawa masalah ini ke Mabes Polri dan Komnas HAM sebagai pencari keadilan terhadap permasalahan saya,” tutupnya.(rls/her)

Mungkin Anda Menyukai

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *